nkrinews45.com Jakarta – Nama Heni Purnamasari atau yang lebih dikenal publik sebagai Heni Sagara, apoteker sekaligus pengusaha sukses di industri kulit dan kecantikan, kembali menjadi sorotan.
Pemilik pabrik skincare yang seluruh produknya terdaftar resmi di BPOM ini angkat bicara terkait tuduhan rekaman suara dalam sidang Nikita Mirzani serta isu lama yang menyeretnya sebagai “mafia skincare.”
Heni Sagara, yang berasal dari Sumedang, Jawa Barat, dikenal luas atas keahliannya meracik dan memasarkan produk skincare dengan standar keamanan ketat.
Kesuksesan bisnis yang dibangunnya selama bertahun-tahun menjadi penopang bagi ribuan pekerja. Namun, reputasinya terguncang ketika pada tahun lalu ia tiba-tiba disebut-sebut dalam podcast yang menampilkan dr. Oky Pratama dan dr. Richard Lee.
Istilah “mafia skincare” yang dilontarkan tanpa bukti mengarah ke Heni, memicu stigma di media sosial dan bahkan dugaan upaya pemerasan.
“Semua kerja keras saya nyaris hancur akibat stigma yang ditempelkan begitu saja tanpa dasar,” ujar Heni.
Terseret Isu Rekaman Suara Sidang
Belum usai menghadapi tuduhan lama, Heni kembali dihantam gelombang fitnah baru. Dalam sidang antara Nikita Mirzani dan Reza Gladys, beredar rekaman suara yang diklaim berisi percakapan pengaturan aparat.
Tanpa verifikasi, sejumlah pihak langsung menuding bahwa suara tersebut milik Heni. Serangan hujatan membanjiri media sosialnya.
Namun, situasi berubah ketika Lucinta Luna mengunggah rekaman tersebut di Instagram dan menyebut nama pemilik suara yang ternyata bukan Heni.
Unggahan ini diperkuat dengan repost dari Nikita Mirzani, yang mengonfirmasi bahwa suara tersebut sama sekali tidak terkait dengan Heni.
“Fakta ini membuktikan tuduhan terhadap saya salah alamat. Semoga ini menjadi pelajaran untuk selalu tabayyun sebelum menyebarkan kabar,” kata Heni.
Klarifikasi dan Penegasan
Heni menegaskan bahwa seluruh produknya telah lolos uji dan memiliki izin BPOM. Pabrik yang ia kelola tetap beroperasi sesuai standar pemerintah. “Saya bukan mafia skincare, saya apoteker yang bekerja mengikuti aturan. Nama saya dicatut dan reputasi saya diserang, tapi saya percaya kebenaran akan menemukan jalannya,” tegasnya.
Deretan Serangan Digital
Selain tuduhan publik, Heni pernah menjadi korban hoaks kematian pada Oktober 2024. Berita palsu itu membuat keluarga panik sebelum akhirnya terbukti tidak benar.
Pada April 2025, situs resmi Marwah—brand yang terkait bisnisnya—dibajak dan dipalsukan. Ia juga mengalami doxing, di mana data pribadinya disebarkan ke publik, mengancam keamanan dirinya dan keluarganya.
Langkah Hukum
Kuasa hukum Heni memastikan akan menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak yang menyebarkan fitnah, hoaks, melakukan peretasan, maupun doxing. Heni mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menerima informasi.
“Di era banjir informasi, kabar bohong bisa lebih cepat menyebar daripada klarifikasi. Prinsip tabayyun bukan hanya ajaran agama, tapi pedoman moral agar kita tidak ikut merusak nama baik orang yang tak bersalah,” katanya.