Kejati Sumbar Pimpin Penertiban 8.133 Ha Hutan dari Dua Korporasi di Sumbar

PADANG, SUMBAR | Penegakan hukum di bidang lingkungan kembali mencatat langkah tegas. Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) bersama jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumbar) berhasil menertibkan ribuan hektare kawasan hutan di Kabupaten Solok Selatan. Operasi besar ini dilaksanakan selama lima hari, mulai Selasa hingga Sabtu (5–9/8/2025), dengan melibatkan berbagai instansi lintas sektor.

Tim gabungan terdiri dari Kejaksaan Agung RI, Kejati Sumbar, Kejari Solok Selatan, TNI, Polri, Kementerian Pertanahan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, ATR/BPN, Badan Informasi Geospasial (BIG), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Awal Penertiban: Klarifikasi Korporasi
Langkah awal operasi dimulai dengan proses klarifikasi terhadap dua korporasi, yaitu PT Bumi Raya Makmur (BRM) dan PT Inti Mitra Forest (IMF), di Kejati Sumbar. Klarifikasi dilakukan terhadap kepemilikan lahan, baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar.

Hasil klarifikasi menunjukkan bahwa sebagian lahan milik kedua korporasi berada di luar Hak Guna Usaha (HGU), namun telah ditanami kelapa sawit. Salah satu perusahaan bahkan memiliki areal yang membentang di tiga wilayah administrasi sekaligus: Kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, dan Solok Selatan.

Pemasangan Plang Larangan
Setelah klarifikasi, tim bergerak ke lapangan untuk memasang plang larangan di titik-titik strategis kawasan hutan. Plang tersebut bertuliskan:

“Dilarang memasuki lahan hutan tanpa izin, merusak, menjarah, mencuri, menggelapkan, memungut hasil tanaman/tumbuhan, memperjualbelikan dan menguasai tanpa izin pihak berwenang.”

Kasi Penkum Kejati Sumbar, M. Rasyid, yang turut mendampingi Satgas PKH bersama Kasi Dik Kejati Sumbar, menjelaskan bahwa total kawasan hutan yang berhasil ditertibkan mencapai 8.133 hektare, terdiri dari PT IMF seluas 4.593 hektare dan PT BRM seluas 3.540 hektare.

Upaya Pulihkan Ekosistem
Penertiban ini tidak hanya berorientasi pada penegakan hukum, tetapi juga pemulihan fungsi ekosistem. Dengan terhentinya aktivitas penguasaan hutan secara ilegal, diharapkan kawasan tersebut kembali menjadi penyangga kehidupan, mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, dan melestarikan keanekaragaman hayati.

“Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa penegakan hukum lingkungan tidak boleh setengah-setengah. Penertiban ini adalah bentuk keseriusan negara dalam melindungi hutan dan sumber daya alam,” tegas Rasyid.

Tim

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed