Padang, 1 Agustus 2025 | Presiden Prabowo Subianto memanggil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, ke Istana Negara pada Selasa (30/7) malam. Pemanggilan ini dilakukan menyusul polemik luas di masyarakat terkait kebijakan pemblokiran jutaan rekening yang dianggap tidak aktif hanya dalam kurun waktu lima bulan.
Ketua PPATK enggan mengungkap isi pembicaraan secara rinci, namun pasca pertemuan tersebut, PPATK mulai membuka kembali sebagian besar rekening yang sebelumnya dibekukan secara sepihak.
Langkah ini tidak luput dari sorotan publik, termasuk dari kalangan mahasiswa. Salah satu kritik tajam datang dari **Fungsionaris Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia Wilayah Sumatera Barat, Dzikry Hutabri**.
> *”Kita sangat menyayangkan sekali dengan kejadian ini. Kebijakan pemblokiran rekening nasabah yang tidak aktif selama 5 bulan seharusnya dikaji terlebih dahulu dengan mengikutsertakan para stakeholder, akademisi, praktisi, dan juga masyarakat sebelum mengambil keputusan,”* ujar Dzikry.
Ia menambahkan bahwa dampak nyata dari kebijakan tersebut telah dirasakan langsung oleh masyarakat, bahkan sampai ada laporan nasabah yang tidak dapat membayar biaya perawatan orang tuanya karena rekeningnya diblokir.
> *”Seharusnya kebijakan strategis seperti ini dikaji terlebih dahulu sebelum dieksekusi. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan sekadar angka statistik yang mati.”*
Dzikry juga menyoroti bahwa ini bukan kali pertama terjadi kebijakan yang terkesan terburu-buru dan tidak mempertimbangkan kesiapan lapangan.
> *”Kebijakan seperti ini juga pernah terjadi saat pemerintah melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mewajibkan pembelian gas subsidi hanya di agen resmi. Padahal di banyak pelosok desa, masyarakat sudah terbiasa membeli dari agen kedua karena ketersediaan agen resmi yang minim. Akhirnya masyarakat yang dirugikan karena perubahan dilakukan secara mendadak tanpa edukasi dan sosialisasi yang memadai.”*
Lebih lanjut, ia menilai bahwa Presiden Prabowo seolah tidak mengetahui langkah-langkah strategis yang diambil oleh bawahannya, atau justru memainkan peran sebagai penyelamat publik.
> *”Kami juga menilai dari dua kejadian ini, Presiden Prabowo tidak mengetahui kebijakan strategis yang dibuat oleh jajarannya, atau ada indikasi bahwa Presiden Prabowo sengaja melakukan hal itu supaya dicap sebagai pahlawan di balik keresahan masyarakat terkait kebijakan yang carut-marut ini.”*
Sebagai penutup, Dzikry menyerukan agar ke depan, pengambilan kebijakan publik harus dilakukan dengan pendekatan partisipatif.
> *”Kami berharap ke depan, pengambilan keputusan strategis seperti dua kejadian ini melibatkan partisipasi masyarakat, para akademisi, praktisi, dan stakeholder terkait supaya didapatkan kebijakan yang berdampak baik dan menjadi win-win solution bagi seluruh elemen masyarakat.”*