JAKARTA — Calon Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta, Uus Kuswanto, tercatat pernah diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta terkait dugaan korupsi di lingkungan Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Januari 2025, sebagai bagian dari penyelidikan Kejati terhadap penggunaan anggaran kegiatan seni dan budaya.
Kasi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, menyampaikan bahwa total terdapat 10 saksi yang dipanggil penyidik, termasuk Uus Kuswanto. Selain Uus, sejumlah mantan pejabat Disbud, direktur perusahaan, serta pengelola sanggar seni juga turut diperiksa untuk memberikan keterangan. Pemeriksaan para saksi, kata Syahron, merupakan prosedur untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara.
Usai pemeriksaan, Uus Kuswanto memberikan klarifikasi bahwa dirinya ditanya terkait sebuah kegiatan yang diselenggarakan oleh Kepala Dinas Kebudayaan nonaktif, Iwan Henry Wardhana (IHW). Uus menegaskan pemeriksaan berlangsung singkat dan sebatas meminta konfirmasi mengenai kehadirannya dalam salah satu kegiatan tersebut.
Dalam kasus ini, Kejati DKI Jakarta telah menetapkan tiga tersangka pada 2 Januari 2025, yaitu Iwan Henry Wardhana selaku Kepala Dinas Kebudayaan, Mohamad Fairza Maulana sebagai Plt Kabid Pemanfaatan Disbud, serta Gatot Arif Rahmadi, pemilik sebuah event organizer. Ketiganya diduga terlibat dalam praktik kegiatan fiktif dan penggunaan sanggar seni fiktif untuk mengajukan Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
Modus tersebut digunakan untuk mencairkan dana kegiatan seni dan budaya yang nilainya diperkirakan mencapai Rp150 miliar. Dugaan penyimpangan ini menimbulkan sorotan publik, terutama karena besarnya nilai anggaran serta keterlibatan pejabat struktural di lingkungan Disbud DKI Jakarta.
Pemeriksaan terhadap Uus Kuswanto sebagai saksi memunculkan pertanyaan publik mengenai kelayakan dirinya sebagai calon Sekda DKI Jakarta. Bagi sebagian pihak, pemanggilan saksi dalam kasus korupsi dapat menimbulkan keraguan terhadap integritas calon pejabat tinggi. Namun, Uus menegaskan bahwa keterlibatannya tidak terkait penyalahgunaan anggaran dan hanya bersifat administratif. Kontroversi ini kini menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam proses penentuan Sekda DKI.




















