Oleh: Susmila Akmal | Kabid kewanitaan PW SEMMI Sumatera Barat
Hari Pahlawan Nasional tahun ini membawa makna yang istimewa bagi masyarakat Sumatera Barat, khususnya bagi kaum perempuan Minangkabau. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto secara resmi menetapkan Rahmah El Yunusiyah sebagai Pahlawan Nasional. Sebuah penghormatan yang tidak hanya meneguhkan peran penting perempuan dalam sejarah bangsa, tetapi juga menjadi momentum untuk membangkitkan kembali jati diri perempuan Minangkabau yang perlahan kian memudar.
Rahmah El Yunusiyah bukan sekadar tokoh pendidikan, melainkan sosok pembaharu yang melampaui zamannya. Melalui pendirian Madrasah Diniyah Puteri Padang Panjang pada tahun 1923, beliau membuka jalan bagi perempuan untuk memperoleh pendidikan yang berlandaskan nilai Islam dan adat Minangkabau. Ia berjuang bukan dengan senjata, melainkan dengan pena, gagasan, dan keteladanan. Baginya, mendidik perempuan berarti menyiapkan pondasi bagi lahirnya generasi bangsa yang berilmu, berakhlak, dan berkarakter.
Namun kini, warisan nilai itu tengah diuji oleh arus zaman. Dalam derasnya modernisasi dan budaya materialistik, perempuan Minangkabau perlahan kehilangan arah. Nilai-nilai luhur yang dulu menjadi kekuatan kaum perempuan Ranah Minang seperti kearifan, kesantunan, dan kebijaksanaan seorang bundo kanduang mulai tergeser oleh tafsir sempit tentang kebebasan dan modernitas yang sering kali menjauhkan perempuan dari akar budayanya.
Pertanyaannya, masihkah perempuan Minangkabau hari ini menjadi penegak moral dalam keluarga dan masyarakat? Masihkah prinsip adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah menjadi pijakan dalam setiap langkahnya? Di tengah euforia modernitas, perempuan Minangkabau tampak berdiri di persimpangan: antara menjaga nilai leluhur atau larut dalam arus tanpa arah..
Penetapan Rahmah El Yunusiyah sebagai Pahlawan Nasional seharusnya menjadi cermin kebangkitan kesadaran kolektif. Ia mengingatkan kita bahwa kemajuan sejati perempuan tidak diukur dari penampilan atau status sosial, melainkan dari sejauh mana peran dan kontribusinya dalam membangun peradaban yang beradab. Perempuan Minangkabau harus kembali menjadi pendidik generasi, pelindung nilai, dan penggerak perubahan yang berpijak pada moral dan ilmu pengetahuan.
Kini saatnya meneladani Rahmah El Yunusiyah dengan langkah nyata: memperkuat pendidikan berbasis nilai, menumbuhkan kembali semangat kepemimpinan perempuan di ruang publik, serta menanamkan rasa bangga terhadap identitas Minangkabau dalam setiap diri perempuan muda. Sebab dari tangan dan pemikiran perempuanlah, arah masa depan Minangkabau akan ditentukan.
Sebagaimana pepatah adat berkata, “Linduang ka langik indak lakang dek paneh, tabang ka bumi indak lapuak dek hujan.” Nilai-nilai luhur yang diwariskan Rahmah El Yunusiyah harus tetap abadi, tak lekang oleh waktu, tak lapuk oleh perubahan zaman.
Selamat atas penetapan Rahmah El Yunusiyah sebagai Pahlawan Nasional. Pengakuan ini bukan hanya bentuk penghormatan terhadap perjuangan seorang tokoh, tetapi juga panggilan bagi kita semua untuk menyalakan kembali semangat yang telah beliau wariskan.
Beliau telah menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi cahaya peradaban melalui ilmu, ketulusan, dan keberanian menjaga nilai. Kini tugas kita adalah memastikan cahaya itu tidak padam dengan memperkuat pendidikan, menegakkan marwah budaya, dan menghidupkan kembali identitas perempuan Minangkabau yang beriman, berilmu, dan berkarakter.



























