Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang Kirim Surat ke ESDM, Tuntut Evaluasi Proyek Geothermal Solok

Padang, 14 Oktober 2025 | Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Imam Bonjol Padang tengah menyiapkan surat resmi yang ditujukan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM). Isi surat tersebut menuntut pencabutan izin usaha panas bumi (geothermal) yang diberikan kepada PT Hitay Daya Energi di wilayah Gunung Talang – Bukit Kili, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Langkah ini merupakan bentuk tanggapan mahasiswa terhadap berbagai persoalan yang muncul sejak proyek geothermal tersebut diumumkan. Mulai dari penolakan masyarakat, konflik sosial, dugaan pelanggaran etika, hingga indikasi praktik suap dan aliran dana ilegal.

Surat resmi itu dijadwalkan akan dikirim dalam waktu dekat, sebagai bagian dari upaya mendorong pemerintah pusat melakukan peninjauan menyeluruh terhadap seluruh proses perizinan dan pelaksanaan proyek geothermal yang dinilai sarat persoalan.

Minim Partisipasi Publik dan Transparansi

Presiden Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, Hidayatul Fikri, menegaskan bahwa proyek geothermal PT Hitay Daya Energi telah menimbulkan keresahan yang berkepanjangan di tengah masyarakat.

Masyarakat di sekitar kawasan Gunung Talang tidak pernah dilibatkan secara layak. Sosialisasi dilakukan secara terbatas, bahkan tertutup. Ini bertentangan dengan prinsip partisipasi publik yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap proyek energi berkelanjutan,” ujar Fikri.

Menurutnya, prinsip keadilan dan keterbukaan justru diabaikan sejak awal. Proyek yang diklaim sebagai bentuk energi bersih ini dinilai tidak mengindahkan hak-hak masyarakat lokal, terutama petani dan komunitas adat yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam sekitar Gunung Talang.

Sejarah Panjang Penolakan

Penolakan masyarakat terhadap proyek ini bukan hal baru. Sejak 2017, warga dari sejumlah nagari seperti Aia Batumbuak, Jawi-Jawi, dan wilayah sekitarnya telah menyatakan penolakan terbuka terhadap aktivitas PT Hitay Daya Energi.

Alasan utamanya adalah kekhawatiran akan kerusakan lingkungan, terganggunya sumber mata air, dan hilangnya lahan pertanian produktif. Penolakan bahkan sempat memicu benturan antara warga dan aparat keamanan, serta berujung pada kriminalisasi terhadap beberapa tokoh masyarakat.

Sampai hari ini, pemerintah belum menunjukkan keberpihakan yang adil kepada masyarakat adat dan petani di Solok. Proyek ini terus berlanjut meski penolakan datang dari bawah,” tambah Fikri.

Dugaan Suap dan Aliran Dana Tak Resmi

Selain persoalan lingkungan dan sosial, DEMA UIN Imam Bonjol juga menyoroti adanya laporan masyarakat terkait dugaan praktik suap dan pembiayaan ilegal. Berdasarkan informasi yang beredar, perusahaan disebut-sebut telah mengeluarkan dana sekitar Rp 2,5 miliar untuk mendekati tokoh masyarakat dan menggelar sosialisasi secara tertutup tanpa melibatkan pemerintah nagari maupun lembaga adat.

Kami tidak menuduh secara langsung, tetapi laporan ini sangat serius. Ada indikasi kuat bahwa proyek ini dimuluskan melalui cara-cara tidak etis, bahkan berpotensi melanggar hukum. Karena itu, kami mendesak Kementerian ESDM dan aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki,” tegas Fikri.

Jika dugaan tersebut terbukti, maka proyek ini berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 5 dan 12 tentang gratifikasi dan suap terhadap pejabat publik.

Tiga Tuntutan Utama DEMA UIN Imam Bonjol

Dalam surat resminya nanti, DEMA akan menyampaikan tiga tuntutan utama:

  1. Pencabutan izin usaha panas bumi PT Hitay Daya Energi di WKP Gunung Talang – Bukit Kili, Kabupaten Solok.
  2. Penundaan seluruh aktivitas proyek hingga dilakukan evaluasi terbuka dan adil.
  3. Pelibatan masyarakat, akademisi, tokoh adat, dan organisasi lingkungan hidup dalam proses pengambilan kebijakan energi di Sumatera Barat.

Kami tidak anti terhadap energi terbarukan. Justru kami mendukungnya. Tapi pembangunan energi bersih harus menjamin keadilan ekologis dan sosial, bukan sebaliknya,” kata Fikri.

Langkah Awal Gerakan Mahasiswa

Surat tersebut juga akan ditembuskan kepada Gubernur Sumatera Barat, Bupati Solok, Dinas ESDM Provinsi Sumbar, WALHI Sumatera Barat, serta Komisi VII DPR RI yang membidangi energi dan lingkungan hidup.

Fikri menegaskan, pengiriman surat ini hanyalah langkah awal dari gerakan moral mahasiswa untuk mengawal keadilan lingkungan dan hak masyarakat adat.

Kami membuka ruang kolaborasi dengan semua pihak yang peduli terhadap nasib masyarakat Solok dan kelestarian Gunung Talang. Ini bukan sekadar isu lokal, tapi persoalan masa depan energi dan keadilan ekologis di Indonesia,” pungkasnya.

Catatan Redaksi:

Langkah DEMA UIN Imam Bonjol Padang menunjukkan meningkatnya kesadaran publik, khususnya di kalangan mahasiswa, terhadap tanggung jawab sosial dan etika lingkungan dalam proyek energi nasional.

Polemik geothermal Gunung Talang menjadi refleksi penting bagi pemerintah dan korporasi agar setiap investasi energi di masa depan mengedepankan prinsip transparansi, partisipasi publik, dan keadilan ekologis.

TIM

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed