Praktisi Hukum Afriadi Andika Jelaskan Legalitas Penempatan Personel Polri di Jabatan Sipil

PEKANBARU | Praktisi hukum dan pemerhati kebijakan publik, Afriadi Andika, menegaskan bahwa penugasan anggota Polri di luar institusi kepolisian merupakan tindakan yang sah secara hukum selama berada dalam koridor Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) serta peraturan pemerintah terkait manajemen pegawai negeri sipil.

Ia menjelaskan bahwa negara telah memberikan pengetahuan, pendidikan, dan kompetensi kepada anggota kepolisian untuk mengemban tugas di berbagai sektor pemerintahan, termasuk pada jabatan-jabatan yang bersifat administratif dan non-politis.

Menurut Afriadi, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak memuat larangan bagi personel Polri aktif untuk bertugas di kementerian maupun lembaga negara lainnya, sepanjang proses penugasannya mengikuti ketentuan perundang-undangan.

“Undang-Undang Polri sama sekali tidak membatasi penugasan anggota di luar institusi kepolisian. Pembatasan hanya muncul ketika jabatan tersebut bersinggungan dengan proses politik,” ujar Afriadi.

Ia menegaskan bahwa aturan yang bersifat membatasi hanya berlaku bagi anggota Polri yang hendak mengisi jabatan politik, seperti menjadi calon legislatif, kepala daerah, atau menteri. Untuk jabatan politik tersebut, anggota Polri wajib mengundurkan diri atau mengajukan pensiun dini.

“Kalau berkaitan dengan jabatan politik, barulah Undang-Undang Polri mewajibkan seseorang untuk mundur. Sebaliknya, jika jabatan tersebut adalah jabatan administratif, maka tidak ada larangan,” tambahnya.

Afriadi menilai bahwa untuk jabatan non-politis di kementerian atau lembaga negara, penempatan anggota Polri tetap berada dalam batasan hukum yang benar selama ada penyetaraan jabatan dan proses koordinasi yang dilakukan melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

“Selama penugasan dilakukan sesuai mekanisme Undang-Undang ASN, mengikuti aturan pemerintah tentang manajemen ASN, dan terkoordinasi dengan Kemenpan-RB, maka itu tidak menimbulkan persoalan hukum,” katanya.

Ia juga menyoroti bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru tidak mengubah prinsip dasar kedudukan hukum terkait penugasan anggota Polri di luar institusi. Dengan demikian, kewenangan Polri untuk menempatkan personelnya tetap berlaku selama berpedoman pada aturan ASN.

“Putusan MK tidak menghapus kewenangan Polri untuk menugaskan anggotanya ke lembaga lain. Justru putusan tersebut menegaskan bahwa selama berhubungan dengan mekanisme ASN, penugasan itu tetap sah,” jelas Afriadi.

Menurutnya, pemahaman yang keliru di tengah masyarakat sering kali muncul akibat minimnya informasi mengenai mekanisme penugasan lintas lembaga. Padahal, sistem kepegawaian negara telah mengatur secara rinci proses penyetaraan jabatan bagi anggota Polri.

Ia menambahkan bahwa penugasan anggota Polri dalam jabatan sipil juga menjadi bagian dari upaya negara memperkuat tata kelola pemerintahan melalui penguatan sumber daya manusia dari berbagai unsur aparatur.

Afriadi menekankan bahwa aspek legalitas tidak dapat dipisahkan dari mekanisme yang telah diatur undang-undang. Selama prosedurnya benar, penempatan personel Polri dalam jabatan sipil tidak dapat dikategorikan sebagai penyimpangan.

Menutup keterangannya, ia menegaskan kembali bahwa penempatan anggota kepolisian pada posisi non-politis di lembaga negara bukanlah bentuk pelanggaran hukum, melainkan bagian dari skema kerja ASN yang sah dan diakui oleh sistem perundang-undangan nasional.

 

Catatan Redaksi:

Pernyataan ini merupakan penjelasan hukum dari praktisi terkait regulasi penugasan anggota Polri di luar institusi kepolisian. Redaksi menyajikan informasi berdasarkan perspektif narasumber tanpa mengurangi substansi.

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed